Penambangan Batu Andersit di Wadas Rugikan Masyarakat, Walhi Jateng Nyatakan Sikap
Berita Baru Jateng, Kedaerahan – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Tengah melakukan konferensi pers pasca tindakan represif pihak kepolisian dan TNI Purworejo terhadap warga Wadas yang melakukan aksi demonstrasi, Sabtu (24/4/21).
Diketahui, Warga Wadas melakukan aksi damai menolak pematokan lahan untuk kebutuhan penambangan batuan andesit yang juga masih menjadi satu kesatuan dengan PSN Pembangunan Bendungan Bener pada Jum’at kemarin (23/4).
Akibatnya, Sebanyak 10 warga dan 2 perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta ditangkap paksa oleh aparat kepolisian saat melakukan aksi massa menghadang rombongan aparat keamanan disekitaran jalan masuk Desa Wadas, Bener, Purworejo.
Walhi Jateng menyatakan pihaknya mengecam keras segala tindakan represifitas dan penangkapan yang dialami oleh warga Wadas, Purworejo, serta menuntut untuk segera menghentikan rencana penambangan di desa tersebut.
Menurut Walhi Jateng, permasalahan ini berawal dari penolakan warga terhadap penambangan batu andersit untuk material pembangunan waduk bener dan ditargetkan selesai 2021 ini. Pertambangan tersebut memakan lahan seluas 462,22 hektar.
Upaya penambangan tersebut berpotensi menghancurkan potensi alam dan ekosistem sekitarnya. Sehingga, warga menganggap proyek tersebut mengancam sumber mata pencaharian dan merasa dipaksa hidup dalam lingkungan yang rusak.
Berikut pernyataan sikap Walhi Jateng:
1. Mengecam segala tindakan represif dan penangkapan yang dilakukan aparat kepolisian dan TNI kepada warga Wadas dan kuasa hukum.
2. Kapolres Purworejo Harus Bertanggungjawab atas kekerasan dan penangkapan yang dialami oleh warga Wadas dan kuasa hukum.
3. Menuntut agar segera dihentikannya seluruh proses Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener dan lakukan audit lingkungan.
4. Menuntut Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk segera mencabut Ijin Penetapan Lokasi (IPL).
5. Mengajak masyarakat sipil untuk bersolidaritas dan berjuan bersama warga desa Wadas.
Diketahui sebelumnya, Pembina Millennial Speak Up dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Fatahillah Akbar, mengatakan bahwa tindakan warga tersebut tidak dapat dipidana karena memperjuangkan hak lingkungan hidup bagi dirinya.
“Seharusnya orang-orang tersebut tidak bisa dipidana karena memperjuangkan hak lingkungan hidup atau mendapat perlindungan Anti-SLAPP,” ucap Fatahillah, dikutip dari Beritabaru.co, Sabtu (24/4/21).
Selanjutnya, ia juga menerangkan bahwa konsep Anti-SLAPP merupakan aturan hukum yang melindungi hak dan akses masyarakat untuk terlibat aktif dalam perlindungan pengelolaan lingkungan hidup. Tidak hanya hak dan akses berpartisipasi, aturan ini juga memberikan perlindungan kepada masyarakat dari tuntutan maupun gugatan hukum.
“Tindakan yang dilakukan oleh aparat sangat tidak manusiawi, melukai dan menangkap paksa warga yang memperjuangkan lingkungan hidup menunjukkan bahwa pemerintah dan aparat tidak peduli dengan pentingnya kelestarian lingkungan,” kecamnya.
(Husein)