Kemenag, Kemenkes, dan BKKBN Jalin Kerjasama Optimalisasi Bimbingan Perkawinan
Berita Baru jateng, Jakarta – Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, dan BKKBN menjalin kerja sama dalam pelaksanaan dan optimalisasi Bimbingan Perkawinan (Bimwin) dan pelayanan kesehatan bagi Calon Pengantin (Catin).
Sinergi ini ditandai dengan penandatanganan kerja sama oleh Plt. Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes, Kartini Rustandi, Dirjen Bimas Kristen, Thomas Pentury, Dirjen Bimas Katolik, Yohanes Bayu Samodro, Dirjen Bimas Hindu, Tri Handoko Seto, dan Dirjen Bimas Buddha, Caliadi.
Selain itu, dilakukan juga penandatanganan kerja sama antara Direktur Kesehatan Keluarga, Erna Mulati, dengan Kepala Pusat Bimbingan dan Pendidikan Konghucu Kementerian Agama, Wawan Djunaedi.
“Kita patut bersyukur karena bisa melakukan penandatanganan perjanjian kerja sama sebagai bagian dari turunan kesepakatan antara Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri BKKBN,” kata Dirjen Bimas Kristen Thomas Pentury saat menyampaikan sambutan mewakili para Dirjen Bimas Kemenag yang hadir, Jakarta, Kamis (29/4/21).
“Tujuan dari kegiatan ini adalah dalam rangka mengimplementasikan salah satu program kesehatan untuk para calon keluarga baru atau yang akan masuk dalam proses pernikahan,” sambungnya.
Thomas Pentury menjelaskan bahwa perkawinan merupakan bagian dari ritus setiap agama. Setiap agama pasti mempunyai ritual keagamaan dalam perkawinan. Setiap agama juga dipastikan mempunyai persiapan pra perkawinan, tidak hanya dari perspektif spiritualitas, tapi juga persiapan dari segi kesehatan dan mental menjadi bagian penting yang harus terus diupayakan.
“Kerjasama ini menjadi bagian dari upaya menata sistem yang harus kita upayakan sehingga generasi yang akan lahir dari sebuah pernikahan itu adalah generasi yang sehat, kuat dan berguna bagi masyarakat dan bangsa,” ujarnya.
Thomas Pentury berharap kerjasama ini bisa segera diimplementasikan dalam program-program aksi sebagai upaya menata generasi hebat dan luar biasa. Kemenag memiliki tanggungjawab memberikan pembinaan kepada masyarakat, khususnya bidang keagamaan. Dalam Kristen misalnya, sebelum dilangsungkan sakramen perkawinan, pasangan catin harus mengikuti pembinaan pra-nikah selama 3-6 bulan. Prosesi ini tidak hanya sebagai bagian dari pembinaan spritual, tapi juga sebagai bagian dari pembinaan kesehatan fisik dan mental.
“Mari kita berkerja bersama untuk menghasilkan generasi penerus bangsa yang berkualitas dan berkredibilitas tinggi. Salam sejahtera bagi kita semua, Salam Sehat,” tutup Thomas Pentury.
Plt Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes, Kartini Rustandi, menjelaskan bahwa kegiatan ini juga bertujuan memberikan komitmen bersama dalam upaya optimalisasi program bimbingan perkawinan dan pelayan kesehatan bagi calon pengantin agar mereka siap secara fisik dan mental dalam mengarungi bahtera rumah tangga dan menghasilkan generasi yang berkualitas.
“Fokus pembangunan kita adalah sumber daya yang berkualitas dan berdaya saing, bahkan kita sudah mencanangkan bahwa 2024 kita punya Generasi Emas, dan ini merupakan investasi jangka panjang,” kata drg. Kartini.
Dijelaskan Kartini, anak-anak yang berusia 20 tahun pada 2024 adalah anak-anak yang sehat dan mampu bersaing. Sehingga, anak-anak yang lahir di tahun 2021 sampai 2024 harus menjadi bayi yang sehat.
Permasalahannya, lanjut Kartini, sampai saat ini satu dari empat anak yang lahir di Indonesia masuk dalam kategori stunting, dan satu dari sembilan anak kita mengalami obesitas (kegendutan). Masalah ini akan berdampak pada pertumbuhan otak dan gangguan metabolisme tubuh. Bahkan, 30% dari anak-anak kita mengalami kurang darah atau anemia.
Salah satu faktor yang perlu diatasi dari permasalahan ini adalah fenomena pernikahan dini atau pernikahan di bawah 18 tahun. Indonesia menjadi negara nomor dua di ASEAN dengan peristiwa pernikahan dini terbanyak. Data menyebutkan, di Indonesia setiap satu jam ada sekitar satu sampai dua ibu meninggal dunia akibat melahirkan, dan dalam satu jam, delapan bayi meninggal dunia.
“Berdasarkan data, tahun 2019 ada 23.700 pernikahan dini yang meminta dispensasi dan tahun 2020 ada 24.000 kasus pernikahan dini yang meminta dispensasi. Faktanya, 97% dari mereka dikucilkan. Ini adalah angka yang sangat menyedihkan. Calon ibu atau calon pengantin wanita yang belum siap secara fisik dan mental, bagaimana bisa mempersiapkan anak yang baik yang bisa menjadi generasi penerus bangsa,” papar Kartini.
Kartini menambahkan, setiap agama memberikan bimbingan sebelum menikah. Alangkah baiknya, selain bimbingan keagamaan, juga diberikan informasi kepada catin bagaimana mereka harus menjadi seorang ibu dan ayah yang sehat sehingga memiliki keluarga yang sehat.
“Kami sangat mengharapkan dukungan Kementerian Agama untuk mensukseskan tujuan mulia ini,” tutup Kartini.
Tampak hadir juga Direktur Urusan Agama Kristen, Jannus Pangaribuan, dan Kasubdit Pemberdayaan Umat dan Pengembangan Budaya, Levina Pelenggina N.
(Husein)