Kepala Balai Taman Nasional Way Kambas: Konservasi itu Soal Praktik
Berita Baru, Jakarta – Kepala Balai Taman Nasional Way Kambas Kuswandono menegaskan bahwa konservasi lingkungan hidup tidak sekedar perbincangan semata, tetapi soal praktik atau teladan.
Menurut Kus, sapaan akrabnya, itulah penggambaran yang paling sederhana untuk menjelaskan apa itu konservasi lingkungan hidup.
Kuswandono adalah pribadi yang boleh dibilang tumbuh berkembang di dekat hutan, belajar di bidang kehutanan dan konservasi—di Institut Pertanian Bogor (IPB)— dan bekerja sekaligus mengabdi pula untuk hutan.
“Sebagai yang sejak kecil dekat dengan hutan dan seolah tidak mau jauh darinya, konservasi itu memberi contoh, memulai dari diri sendiri,” jelasnya dalam Podcast seri ke-5 hasil kerja sama antara The Asia Foundation (TAF), Kelompok Kerja (Pokja) PUG Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Beritabaru.co sebagai media partner, Sabtu (8/1).
Untuk melakukan kerja konservasi, lanjut Kus, pertama-tama seseorang harus berani untuk melakukan proses pemahaman terlebih dulu. Memahami alam.
Selepas mendapatkan pemahaman, maka yang kedua adalah tahap pengenalan. Pengenalan merujuk pada tingkat pemahaman yang lebih tinggi.
Karena lebih tinggi, tahap ini bisa membantu siapa pun untuk lebih mudah dalam menerapkan prinsip-prinsip konservasi.
“Jadi tahap ketiganya ya penerapan itu sendiri. Dengan ungkapan lain, untuk yang paling pertama yang harus kita lakukan dalam konservasi adalah kenali diri kita sendiri, baru lingkungan,” tegasnya.
Konservasi dan pembangunan
Dalam diskusi yang dipandu oleh Arfan Adhi Kurniawan ini, Kuswandono juga menyampaikan bahwa antara konservasi dan pembangunan tidak perlu dipertentangkan.
Keduanya, kata Kus, harus disikapi secara seimbang. Alasannya, pembangunan tanpa konservasi, hasilnya perusakan dan yang terdampak adalah generasi selanjutnya.
Untuk itu, supaya bisa berkelanjutan, pembangunan harus diimbangi dengan konservasi.
“Kenapa harus berkelanjutan? Karena inti dari pembangunan itu kesejahteraan masyarakat dan kesejahteraan tidak akan ada ketika generasi selanjutnya dikorbankan,” tegasnya.
Lebih jauh, Kus menjelaskan bahwa konservasi memiliki tiga (3) prinsip utama: yakni perlindungan sistem penyangga kehidupan, pelestarian keanekaragaman hayati, dan pemanfaatan.
Prinsip pemanfaatan berhubungan dengan kenyataan bahwa segala yang diciptakan tidak bisa tidak memiliki manfaat untuk diambil.
“Ada istilahnya itu jasa lingkungan. Ya jadi mau kita manfaatkan atau tidak, manfaat ada dalam diri setiap ciptaan,” papar Kus dalam podcast yang disiarkan langsung melalui kanal Youtube Beritabaru.co ini.
PUG di Taman Nasional Way Kambas
Adapun tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) di Taman Nasional Way Kambas, menurut Kuswandono, sudah terjadi di level kerja sama antara pihak Taman Nasional dan masyarakat.
Program-program Taman Nasional Way Kambas diselenggarakan dengan melibatkan tidak saja pihak bapak-bapak, seperti sebelumnya terjadi. Namun, para perempuan, kelompok rentan, dan pemuda dilibatkan juga di dalamnya.
Kus menilai, inovasi dalam pelibatan perempuan dan anak-anak muda penting karena berhubungan dengan regenerasi.
“Jika yang diajak hanya para bapak, maka nanti akan ada keterputusan informasi di level masyarakat dan dampaknya bisa pada konservasi,” ujarnya dalam podcast bertajuk Pengarusutamaan Gender dan Konservasi ini.