Khotimatul Husna: Menggali Warisan Gus Dur dalam Keadilan Gender
Berita Baru jateng, Yogyakarta – Ketua Fatayat NU DIY Khotimatul Husna menyampaikan tentang pentingnya menggali pemahaman Keislaman Gus Dur, terutama dalam aspek Gender.
Hal ini ia sampaikan saat memaparkan materi dalam diskusi buku Pribumisasi Islam & Berbagai Isu Mutakhir yang diselenggarakan oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Fakultas Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jum’at (30/4/21).
Menurut Khotim, Gus Dur berperan besar dalam upaya pengarus utamaan gender, hal ini dibuktikan dengan munculnya Intruksi presiden (Inpres) No. 9 Tahun 2000.
“Gus Dur adalah orang pertama kali yang mengesahkan Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender.” Katanya.
Fungsi dan peran perempuan telah tertuang secara jelas dalam Inpres tersebut, yakni sebagai bentuk pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan nasional.
Selanjutnya, ketika Gus Dur menjabat sebagai ketua PBNU di tahun 1997, Gus Dur berperan besar dalam memberi ruang publik bagi perempuan.
“Saat Gus Dur jadi ketua PBNU tahun 1997, salah satu sikapnya tentang kedudukan perempuan adalah dengan berhak mendapatkan jabatan publik,” Ujar Khotim.
Tak hanya itu, dalam pandangan Gus Dur, poligami dalam Islam tidak bisa dilihat dari sisi subjek (laki-laki), justru harus ditimbang dari aspek objeknya (perempuan).
“Sama halnya seperti dalam kasus pembangunan, yang dipertimbangkan bukan pelaku pembangunannya, tetapi masyarakat yang terdampak atas pembangunan itu” sebutnya.
Lebih lanjut, pada dasarnya peran dan fungsi perempuan tidak bisa hanya diupayakan oleh perempuan saja. Saat ini, telah banyak gerakan kesetaraan gender yang melibatkan laki-laki sebagai pelopor.
Menurut Khotim, Gus Dur telah lebih dulu melakukan dan mendorong sikap ini. Ia menyebut hal tersebut dilakukan demi menghindari resisttensi dalam masyarakat.
“Dalam mengupayakan keadilan gender, menurut Gus Dur, juga harus melibatkan laki-laki. Hal ini demi menghindari resistensi.”
Turut Hadir pada diskusi tersebut Lakpesdam PBNU Marzuki Wahid dan Dekan Fakultas Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta M. Sodik.
(Husein)