Musala Apung di Demak Manfaatkan Listrik Tenaga Surya, Gus Yasin : Ini Kreatif
BERITABARU, DEMAK – Kesibukan mencari ikan, bukan menjadi alasan untuk meninggalkan salat. Dengan pertimbangan itu pula, warga sekitar Teluk Sungai Wulan, Kabupaten Demak, yang sebagian besar nelayan, swadaya mendirikan Musala Apung Bahrur Surur.
Sarana dan prasarana di tempat itu layaknya musala yang didirikan di darat. Ada tempat wudhu, fasilitas MCK, dan lain-lain. Bedanya, penerangan di tempat tersebut menggunakan listrik tenaga surya.
Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen mengapresiasi pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk penerangan Musala Apung Bahrur Surur, di Dukuh Menco, Kabupaten Demak. Menurutnya, selain mempermudah nelayan melaksanakan ibadah, PLTS juga menghemat pengeluaran dan ramah lingkungan.
“Saya senang, ini kreatif dan bagian dari inovasi masyarakat. Ini sekaligus menunjukkan bahwa kalau kita mau berikhtiar, insya Allah akan ada jalannya. Yang paling menarik, mereka didampingi Unissula dikenalkan energi terbarukan, yaitu PLTS yang memanfaatkan tenaga matahari,” kata wagub, di sela peresmian Musala Bahrus Surur, di Teluk Sungai Wulan, Selasa (23/8/2022).
Gus Yasin, sapaannya, menjelaskan, energi PLTS dimanfaatkan untuk penerangan bagian luar dan dalam musholla. Dia berharap inovasi itu menjadi inspirasi bagi nelayan yang selama ini menggunakan bahan bakar solar, agar berangsur-angsur beralih memanfaatkan tenaga surya.
“Musala apung ini bisa dicontoh di berbagai daerah, terutama daerah yang banyak nelayannya pergi malam pulang pagi atau sebaliknya, pasti membutuhkan tempat untuk melaksanakan ibadah lima waktu saat melaut,” katanya.
Usai meresmikan Musala Bahrus Surur yang ditandai dengan penandatanganan prasasti, Gus Yasin didampingi Wakil Bupati Demak Ali Makhsun, tokoh masyarakat, dan warga melaksanakan salat Zuhur berjemaah di atas musala apung.
Pengurus Musala Bahrus Surur, Bahrudin mengatakan, selain digunakan sebagai tempat salat para nelayan yang sedang melaut di sekitar Teluk Sungai Wulan, juga dimanfaatkan untuk pengajian maupun kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya.
Dijelaskan, musala berukuran 9×7 meter itu dilengkapi berbagai sarana prasarana layaknya musala yang didirikan di darat. Antara lain, tempat wudhu, kamar mandi cuci kakus, lampu penerangan atau listrik tenaga surya, dan sebagainya. Bahan bangunan menggunakan bahan-bahan yang ringan, tahan karat, dan mudah dan banyak terdapat di kampung nelayan.
Pembangunan musala yang didampingi akademisi dari Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang tersebut, menghabiskan dana sekitar Rp215 juta. Dana swadaya masyarakat itu digunakan untuk pembelian material bangunan, yakni dinding dengan bahan kayu, stainless steel, sedangkan bagian bawah atau pondasi memanfaatkan sebanyak 110 drum plastik agar bangunan mengapung.
“PLTS di musala apung ini didampingi Unissula. Kami memanfaatkan PLTS karena saat kami berada di laut tidak bisa menggunakan listrik PLN kecuali dengan PLTS. Untuk penggunaannya, kami sudah diberi pengarahan oleh Unissula agar lebih efisien atau tidak boros, dan sesuai kebutuhan,” jelasnya.