Pentingnya Pendekatan Kapasitas dalam Menunjang PUG di KLHK
Berita Baru, Jakarta – Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (Kapus P3E) Bali dan Nusa Tenggara, Ni Nyoman Santi menyebut bahwa salah satu pendekatan yang perlu dipertimbangkan untuk menunjang Pengarusutamaan Gender (PUG) di Indonesia adalah pendekatan kapasitas.
Hal ini ia sampaikan dalam Podcast seri 4 hasil kerja sama antara The Asia Foundation (TAF), Kelompok Kerja (Pokja) PUG Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Beritabaru.co sebagai media partner, Jumat (31/12).
Pendekatan kapasitas merujuk pada adanya proses pembelajaran yang dialektis. Setiap orang dalam suatu lembaga diandaikan untuk belajar dari setiap orang.
“Konsepnya saling belajar sih dan ini tidak peduli mau di level apa. Yang di jajaran staf harus belajar pada yang di eselon III misalnya, begitu juga sebaliknya,” jelas Santi.
Tujuan dari pendekatan ini adalah pemerataan pengetahuan di suatu lembaga, tidak terkecuali KLHK.
Jika sistem tersebut digunakan, maka tidak akan ada satu orang pun yang tidak paham terkait isu gender, dengan asumsi bahwa konteks yang sedang Santi bicarakan adalah seputar PUG.
“Di tahap lanjutan, skema ini akan berdampak pada lahirnya semacam dorongan bagi mereka yang biasanya pasif untuk aktif. Dan ini berhasil, selama kami praktekkan di sini,” ungkapnya.
“Dan tidak jarang juga ternyata mereka yang biasanya pasif itu ketika sudah mau menjadi aktif, kontribusinya justru mengalahkan yang sering aktif,” imbuhnya.
Pendeknya, pendekatan kapasitas ini, tegas Santi, adalah tentang kemampuan dan kesempatan yang merata bagi setiap orang di suatu lembaga.
Festival Gender KLHK
Dalam diskusi yang dipandu oleh Host Beritabaru.coRinda Rachmawati ini, Santi juga sempat menyampaikan pandangannya tentang Festival Gender KLHK yang baru sekitar 2 minggu lalu ditutup.
Menurut Santi, ada tiga (3) hal setidaknya mengapa Festival Gender menarik untuk dibicarakan.
Pertama, Festival Gender merupakan media atau wadah yang efektif untuk memperkaya pemahaman seseorang terhadap isu gender yang benar.
“Kenapa saya bilang pemahaman yang benar, sebab banyak dari kita itu sudah merasa paham gender, padahal itu masih kulitnya,” tegasnya.
Kedua, Festival Gender mampu memberikan pandangan bahwa gender tidak saja tentang perempuan dan laki-laki. Namun, ia lebih pada memberikan akses dan kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk berkontribusi.
“Setiap dari kita berpotensi untuk menyumbang kontribusi pada pembangunan, jadi aksesnya harus dibuka secara merata,” kata Santi.
Terakhir, melalui Festival Gender, setiap pegawai di KLHK mendapatkan kesempatan untuk interaksi dan berdiskusi dengan siapapun, baik atasan maupun di level staf.
Selain berhubungan dengan terbukanya ruang diskusi yang baik, ini berkontribusi pula pada lahirnya inspirasi-inspirasi baru yang menurut Santi sangat bisa dipraktikkan untuk lingkup pekerjaan masing-masing.