Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

PMII dalam Bingkai Society 5.0, Ilmu Pengetahuan dan IPTEK Sebagai Transformasi Khitah Perjuangan
Ilustrasi : Istimewa

PMII dalam Bingkai Society 5.0, Ilmu Pengetahuan dan IPTEK Sebagai Transformasi Khitah Perjuangan



PMII dalam Bingkai Society 5.0, Ilmu Pengetahuan dan IPTEK Sebagai Transformasi Khitah Perjuangan

Opini : Sukma Wati Patty

(Ketua Kopri PMII Rayon Hukum Universitas Pattimura 2020-2021)


Saat ini kita diperhadapkan dengan dinamika serta dialektika Kongres PMII ke-20 di Balikpapan, berangkat dari hal itu rahim biru kuning bergetar menantikan kelahiran para pemimpin yang senantiasa diharapkan dapat menjadi dambaan dan idealnya apa yang dibutuhkan oleh organisasi yang telah berdiri 61 tahun ini. Tema yang begitu memantik “Organisasi Maju untuk Peradaban Baru” Dorongan untuk selalu maju mengikuti tantangan zaman lantas tak harus meninggalkan PR lama. Tugas yang tak selesai kita jahit dan perbaiki bersama, kaderisasi, paradigma yang berdebu serta perpecahan struktural, dan kooptasi yang hanya menjadi pembahasan panjang hingga akhirnya PMII kadang terjebak dalam wacana bergerak maju tanpa menyelesaikan yang lalu atau sekedar memikirkan solusi, kiranya itu yang terjadi lalu.

Sebagaimana ketika ingin berangkat maju memulai sesuatu yang baru, tentunya kita diharuskan untuk menyelesaikan tantangan yang lalu, kealpaan kita dalam menyelesaikan tugas dan tantangan yang lama lantas harus mempertajam nalar dan memperkuat eksistensi PMII sebagai organisasi keislaman dan keindonesiaan yang kelak dapat melahirkan insan yang mampu berjuangan dengan khitah sesungguhnya mengawali zaman.

Memasuki society 5.0  berangkat dari revousi industri 4.0, semakin maju zaman hal praktis dan serba instan naik satu level katakanlah demikian sebab 5.0 diaminkan untuk membawah segala kemudahan dalam perubahan berkelanjutan dengan menargetkan sektor ekonomi dan teknologi, entah ini akan berpengaruh pada budaya konsumerisme yang semakin menjadi atau perkembangan teknologi terhadap impact ekonomi melahirkan pengaruh yang besar untuk negara-negara berkembang, karean society 5.0 adalah tahapan pencapain beberapa negara maju dibelahan dunia. Adapun society 5.0  diharapkan dapat dimaknai secara baik untuk memajukan PMII seperti tema yang didengunkan, karena society 5.0  menuntut kita untuk kreatif dan inovatif sedang zaman sudah begitu beringas jikalau kader dan anggota tak memaknainya maka usai sudah perjuangan yang didambakan.

Agaknya kita memang terlalu cepat jika membahas society 5.0 jika belum selesai dengan pembahasan mengenai revolusi 4.0 yang begitu kompleks, society 5.0 pertama kali didengunkan oleh mantan perdana menteri Shinzo Abe dengan pendapat bahwa kita terlalu mengedepankaan teknologi dan lupa memikirkan sisi manusia singkatnya teknologi dapat memanusiakan manusia. Mengutip Keidanren (Federasi Bisnis Jepang) yanng menerbitkan sebuah makalah visi (sebuah ‘garis besar’) yang menjelaskan bahwa mengatasi tantangan yang digambarkan – dan lainnya – akan membutuhkan penghancuran lima dinding pada society 5.0. Seperti halnya Industri 4.0 sebagai revolusi industri keempat, Society 5.0 juga digambarkan sebagai evolusi dalam lima tahapan kemasyarakatan dalam kertas posisi Keidanren: 1) masyarakat berburu, 2) masyarakat agraris, 3) masyarakat industri, 4) masyarakat informasi, dan, 5) masyarakat super pintar alias Society 5.0. “tembok penerimaan sosial”.

‘Garis besar’ Keidanren tidak hanya menekankan perlunya konsensus sosial tetapi juga melihat secara menyeluruh implikasi sosial dan bahkan masalah etika, antara lain berkaitan dengan hubungan manusia-mesin dan, seperti dikatakan, bahkan hal-hal filosofis seperti itu. sebagai mendefinisikan apa arti kebahagiaan individu dan kemanusiaan. Jelas, dalam praktiknya, Industri 4.0 dan organisasi secara keseluruhan akan menjadi komponen utama di Society 5.0, namun ini bukan hanya industri: ini tentang semua pemangku kepentingan, termasuk warga negara, pemerintah, akademisi, dan sebagainya.  Era baru yang memiliki teknologi terdepan karena fondasinya belum tentu pada perpanjangan baris saat ini. Ini juga merupakan zaman yang penuh dengan “ketidakpastian.” Karena ketidakpastiannya, industri harus berkreasi reformasi atas inisiatifnya sendiri untuk memimpin dunia. Hal ini dikemukakan oleh  Keiren terhadap society 5.0.

Gerakan PMII baru saja terbingkai dalam society 5.0 menunggu untuk mewujudkan nya dalam satu metodelogi dan paradigma yang membangun, berkaca pada era revolusi 4.0 yang di rasanya masih perlu banyak lagi perubahan dihadirkan sesuai eranya. Society 5.0 membutuhkan masyarakat super pintar dinyatakan demikian sebab pedomannya ada pada revolusi 4.0, bagaimana sosial dan teknologi era revolusi Industri berpadu menghasilkan satu hal yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Sosial yang lebih peka dengan  perkembangan zaman serta permasalahan yang terjadi di sekitarnya, bukan hanya membahas sektor ekonomi, era ini juga kita harus fokus meneropong isu dan problematika yang menjadi keberpihakan bersama. Tentunya ada banyak hal yang menjadi kerja kolektif dalam memajukan PMII menantang zaman.

Ketika membahas era dan masa kita seakan fokus pada nilai baru dan lupa akan ciri utama, adapun komitmen PMII adalah memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik, seperti mengutip narasi Kyai Ahmad Baso ketika menuliskan status di sosial medianya mengenai khitah perjuangan PMII yang sesungguhnya meski dipengaruhi zaman namun tetap tidak meninggalkan kekhasan dan kemurnian dari nilai yang melekat pada PMII itu sendiri. Faktor eksternal seperti pengaruh zaman lantas harus mampu bersinergi dengan insan yang ada di dalam wadah PMII itu sendiri, bernilainya sebuah wadah dipengaruhi oleh tiap raga dan jiwa yang ada di dalamnya.

Kyai Ahmad Baso dengan satirenya menyindir para kader serta anggota yang berkongres namun juga mempertanyakan apakah sebagai insan biru kuning sudah cukup matang memahami PMII itu sendiri, karena kekosongan dan ketidakcakapan dalam memahami PMII yang menjadikan kita tak sepenuhnya menjadi insan ulul albab yang dicita citakan oleh organisasi berideologi Ahlusunnah waljamaah. Merasakan PMII hanya sebatas kulit berupa baju, almamater dan gordon yang menggantung tanpa menembus daging dan ruhnya hanya menjadikan perjuangan bersama PMII tak bermakna.

Kita dapat berbicara dan mendiskusikan banyak hal untuk mentransformasi serta mentransisi kan PMII sesuai kebutuhan zaman namun merupakan suatu kealpaan dan kelupaan juga ketika tak berkaca pada jati diri sesunguhnya, layaknya menggunakan baju yang dapat berganti warna dan mode namun tubuh dan jiwa tetaplah sama. Demikian konteks sederhana memaknai PMII yang biru dan kuning, kurikulum dan kaderisasi mengikuti zaman agar tak tergilas namun tetap merawat nilai yang lama. Untuk itu ada banyak cendikiawan NU dan PMII yang selalu mencerahkan kita dengan narasi berdiskursus tentang arah ruh pergerakan yang sesungguhnya mungkin hanya sebatas menjadi bacaan tanpa gerakan, lantas nilai lama itu patut dikolaborasikan dengan gaya baru tanpa lupa akan khitah perjuangan yang sesungguhnya.

Khitah Perjuangan PMII yang Sesungguhnya

“Dari ribuan peserta Kongres PMII ke 20 di Balikpapan besok, ada berapa yg paham simbol bintang sembilan pada bendera PMII? Ada berapa persen aktifis yg bisa paham dan menjelaskannya kepada kader? Dari jumlah itu berapa yg ngerti sejarah bintang sembilan itu termasuk sejarah tokoh tokohnya? Dari jumlah itu berapa yg meneladani kiprah dan perjuangan sembilan bintang itu?  Dari jumlah itu lagi berapa yg iqro dan  ngerti  sejarah dari naskah2 historiografi bintang sembilan itu?

Jangan sampai sembilan bintang itu dimaknai sembilan strategi sukses bikin proposal menjadi timses, stafsus  atau  komisaris. Selamat berkongres, emoga sukses kembali ke khittah Wali Songo  khittah satu angkatan satu jiwa satu keyakinan satu pergerakan.”

Begitulah kutipan narasi Kyai Ahmad Baso, meskipun belum langsung bertandang dan ngaji pada beliau tapi diskursus dan gagasan beliau adalah pencerahan bagi kader dan anggota PMII dalam menentukan keberpihakan dan untuk merawat nalarnya bersama PMII hari ini. Kembali ke khitah para Wali Songo khitah satu angkatan satu jiwa satu keyakinan dan satu pergerakan, adapun dalam setiap perjuangan kader dan anggota selalu terpecah belah memaknai esensi berjuang dan selaras. Khitah yang merupakan sesuatu yang didealkan tak dapat terbela pisahkan kontek berjuang. Khitah satu ngkatan jiwa satu keyakinan dan satu pergerakan kerap kali dipisahkan oleh ruang-ruang hierarki menuntut hormat dan lupa akan ruang egaliter untuk melangkah maju bersama. Boleh dikaji dan diteliti ada berapa cabang maupun koordinator yang sibuk mengurusi kontestasi politik dan lupa akan kontestasi panggung sosial yaitu perjuangan bersama mustdha’fin, meskipun kita tak harus besusah payah menuntut banyak agar mereka juga melek melihat perkembangan dibawah atau akar rumput, karena yang kita ketahui sendiri beberapa darinya dijadikan sebagai politisi yang handal namun juga sebagai pemangku kebijakan rasa kemanusian yang dihendaki harus pula terketuk untuk berjuang dalam ruang egliter.

Lantas dengan melihat gaya sebagaian hidup kader dan anggota hari ini menjadikan khitah perjuangan yang dinarasikan di atas tak diserapi dan dimaknai, contoh habitus yang mager dan suka rebahan bahkan terkalahkan dengan semangat si mitos sisifus yang rajin mendorong batu. Habitus yang tak dibekali dengan metodelagi yang baik lantas menjadikan kader mulai lemah dalam mendalami ilmu pengetahuan serta budaya literasi yang menjadikan khitah perjuangan PMII selalu berakhir dengan budaya sekedar baca tanpa mengamalkan atau sekedar tau tanpa mengaktualisasikan. Kematangan kader yang sesungguhnya adalah mampu bergerak dalam ruang egaliter memperjuangkan yang hak, begitulah khitah perjuangan sesungguhnya oleh aswaja sebagai manhajul fikr menuju manhajul harakkah. Dalam memposisikan diri dalam moderenitas PMII harus tetap pada ruhnya yaitu khitah perjuangan sesungguhnya dan berkolaborasi bersama nilai baru yang bermanfaat disesuaikan dengan kontestasi zaman.

Ilmu Pengetahuan dan IPTEK Sebagai Khitah Perjuangan Tambahan

PMII selalu mengikuti peradaban mengambil contoh Kongres yang hybrid menunjukkan kita tidak alergi dengan teknologi atau perubaha zaman dan selalu melebur bersamanya, namun kita acap kali juga terlena dengan perkembangan hingga lupa untuk mengkolaborasikannya dengan khitah perjuangan yang sesungguhnya.

Mencetak kader yang militan dan mapan melawan zaman dimulai dari mengkonstruksikan hal mendasar yaitu ideologi aswaja yang menjadikan setiap kader memiliki intelektualisme berupa doktrin ilmu untuk diamalkan, keberpihakan kepada golongan mustadh’afin kaum tertindas apakah akan tetap disesuaikan dengan era society 5.0 tentunya disesuaikan dengan  khitah perjuangan sesungguhnya seorang yang dicirikan Nahdliyin. Perkembangan teknologi yang dijadikan alat untuk berjuang membela kepentingan yang sesungguhnya dari mereka yang membutuhkan, transformasi gerakan PMII haruslah kembali dan mengikuti khitah perjuangan yang sesungguhnya karena PMII bukan hanya diharuskan selesai dalam ruang-ruang internal melainkan juga pada ruang-ruang eksternal.

Transformasi di setiap gerakan dan lining sektor, mengingat konsep Gus Dur yaitu kembali pada khitah NU 1926 dengan empat transformasi yang dikonsepkan yaitu sosial budaya, sosial politik, sosial ekonomi dan yang terakhir adalah transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Lantas PMII menawarkan tranformasi gerakan pembaharu yang seperti apa dengan mengingat pradigma yang tak kunjung selesai dan dicetuskan, jika menelisik perkembang society 5.0 tentunya paradigma Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah transformasi yang dapat dicetuskan untuk menguatkan eksistensi dan menetapkan nilai khitah perjuangan PMII yang sesungguhnya pada saat ini. Tak dapat ditampikkan bahwa transformasi serta paradigma ilmu pengetahuan adalah pengaruh utama yang dibutuhkan untuk bergerak selaras dengan perkembangan zaman, dengan begitu barulah transformasi dapat diupayakan terhadap  seluruh aspek atau lining sektor berbeda.

Ilmu pengetahuan dan IPTEK disesuaikan dengan khitah serta arah ruh pergerakan, sebab dalam kanca perjuangan kita tak akan selesai jika memperdebatkan ilmu pengetahuan yang di punya pada ruang-ruang ngopi dan diskusi kosong. Ilmu pengetahuan yang diamalkan dan dilahirkan menjadi sebuah karya adalah apa yang dibutuhkan saat ini, khitah perjuangan yang sesungguhnya selain bersama mereka golongan tertindas juga adalah dengan mengabadikan serta mengamalkan setiap pemikiran dan nalar intelektual setiap insan, society 5.0  adalah era baru yang mana fasilitator utamanya adalah ilmu pengetahuan dan teknologi mewadahi gagasan dan ide setiap kader PMII untuk berkembang sesuai dengan Khitah Perjuangan tambahan, dikatakan demikian sebab khitah perjuangan PMII yang sesungguhnya terkonsep dalam manhajul harakkah aswaja.

Daftar pustaka

Keidanren outline, entitled ‘Toward realization of the new economy and society – Reform of the economy and society by the deepening of “Society 5.0” (PDF opens)

Priyono Joko, 2020. PMII dan bayang-bayang revolusi industri 4.0.Surakarta : Buku Revolusi

Jauharudin Adien, 2008. Ahlusunnah wal Jama’ah Manhjul Harakah. Matram : Perhimpunan Masyarakat Pesantren Indonesia