Refleksi PMII, Orentasi Kader dan Pendampingan Alumni
Harlah PMII ke 61 menjadi tolak ukur atas sebuah refleksi, selain sebagai doa yang menggema dan takbir ucapan selamat dari masa ke masa. 17 April 1960 tepat dimana PMII hadir di tengah-tengah NU. Perkembangannya juga menggulirkan kontroversi hingga akhirnya PMII menjadi Banom NU.
Seiring berkembangnya PMII hingga pada taraf usia yang ke 61, ia menjadi salah satu organisasi yang di percaya mampu memberikan kontribusi pemikiran.
Spirit dalam PMII ini sedemikian rupa telah meresap dan mengakar sebagai konstitusi bertindak seorang kader. Salah satu Ketua Komisariat Sunan Giri Ponorogo pernah mengungkapkan kepada saya; “PMII itu sudah masuk ke hati saya dan saya merasakan satu hal ketika saya berorganisasi PMII, saya merasakan cinta alasan saya berada di PMII”.
Dengan pernyataan itu, maka Nilai Dasar Pergerakan sebagai pondasi epistemologis dan Paradigma Kritis Transformatif sebagai orientasi menuju pendalaman ideologi Aswaja, sangat menjadi kebutuhan bagi para kader dalam menjalankan roda organisasi. Langkah awal menuju Indonesia Maju, menjadikan NU dan PMII perlu secara khusus merefleksikan ulang makna atas nilai kebangsaan dan KeIslaman dalam bingkai NKRI, serta Pancasila yang merupakan dasar bagi persatuan dan kesatuan Umat.
Dalam revolusi pembaharuan saat ini, tidak bisa di pungkiri bahwa ilmu teknologi sifatnya Fardu Ain, perlu dikembangkan dan dikelola oleh para kader PMII. Persoalan mendalami problematika masyarakat digital adalah bagian dari kebutuhan gerakan yang dilakukan dalam mengembangkan peradaban, untuk menuju pembaharuan. Tak bisa dipungkiri bahwa revitalisasi pemanfaatan media teknologi perlu di jadikan salah satu wacana pada era pandemi saat ini.
Pendidikan merupakan satu hal acuan untuk mengimplementasikan pengembangan diri, Beberapa hal tersebut juga menjadi perjuangan dibalik bingkai PMII salah satu nya kajian, sistematika kajian dan penyajian pada kajian. Menulis menjadi salah satu cara dan jawaban bagi para kader untuk menanggapi isu-isu dan aksi segala dinamika alam yang terjadi di sekitar. Pendidikan dengan metode blanded learning, sangat diperlukan bagi para kader. Maka pasca Komisariat, PMII perlu membangun kesinambungan dengan alumni secara kultural masih sangat diperlukan. Sebagai upaya membentuk kemandirian tanpa harus melepas secara penuh.
Pendampingan terhadap kader secara kontinu dengan media digital, baik melalui whatsapp, pallet, instagram, telegram, tiktok dan facebook, serta fitur-fitur lainnya perlu dikembangkan seiring berjalannya zaman. Kader saat ini dituntut untuk melek teknologi dan dapat memanfaatkan teknologi di setiap momen dan aktifitas yang digelar, bukan hanya menyebarkan informasi, tapi juga menyajikan tulisan yang memotivasi dan memberikan uraian berdasarkan tema yang diusungnya.
Tantangan saat ini adalah bagaimana media PMII yang ada tetap menjunjung kebutuhan sekaligus mengafirmasi kearifan lokal dengan baik. sebagaimana yang telah kita alami selama pandemi Covid, tidak bisa di pungkiri bahwasanya peradaban mengiringi setiap perjuangan. oleh karena itu, pasca adanya kongres kemarin, sangat perlu dibangun kekompakan dari para alumni PMII demi menopang kemakmuran pergerakan dalam segi mental, moril, dan meteril.
Komitmen Alumni PMII sangat dibutuhkan agar pergerakan selalu membentuk rangkaian yang selanjutnya dapat ditemukan adanya ghiroh di PMII. hal tersebut merupakan wujud paling dasar dalam membina kekuatan pergerakan. Aswaja menjadi salah satu keilmuan wajib dan mendarah daging bagi PMII, bukan hanya bingkai pada kalangan mahasiswa atau hanya testimoni yang digaungkan sebagai bentuk kampanye belaka.