Bawaslu Boyolali Tangkap Pelanggaran Netralitas Kades, Kampanye Terstruktur Mengarah pada Paslon Lutfi-Taj Yasin, Dilaporkan oleh Tim Pengawal Demokrasi
Beritabaru Jateng, Boyolali – Kasus dugaan pelanggaran netralitas Kepala Desa (Kades) yang melibatkan kampanye pemenangan calon Bupati Boyolali Agus Irawan dan Wakil Bupati Dwi Fajar Nirwana, serta calon Gubernur Jawa Tengah Ahmad Lutfi, semakin memunculkan tanda tanya besar mengenai integritas Pemilihan Kepala Daerah di Jawa Tengah. Terlebih, laporan-laporan yang mengarah pada Paslon Lutfi-Taj Yasin semakin memperlihatkan gambaran adanya praktik Pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Massif (TSM) yang terjadi di Boyolali dan sejumlah daerah lainnya di Jawa Tengah.
Pada Sabtu, 23 November 2024, informasi mengenai keterlibatan tiga Kepala Desa – Maskuriyadi dari Desa Pentur, Eko Prasetyo dari Desa Wates, dan Yody Dwi Kuswantoro dari Desa Gunung – dalam kampanye untuk pasangan calon Agus Irawan dan Dwi Fajar Nirwana, serta Ahmad Lutfi, muncul dalam pemberitaan di Starindonews.com. Keterlibatan Kepala Desa tersebut didokumentasikan dalam berbagai video dan foto, salah satunya yang ditemukan di platform TikTok, yang memperlihatkan mereka ikut aktif dalam mendukung pasangan calon tersebut.
Informasi ini sejalan dengan maraknya video deklarasi dukungan yang tersebar luas di media sosial, yang mengajak masyarakat untuk mendukung pasangan calon Ahmad Lutfi – Taj Yasin. Video-video ini, yang didominasi oleh para pejabat desa, mulai viral dan menjadi perbincangan publik. Deklarasi dukungan yang melibatkan pejabat desa ini diketahui juga terjadi di berbagai kabupaten/kota di Jawa Tengah, seperti Kota Semarang, Kabupaten Kendal, Kabupaten Jepara, Kabupaten Pati, dan Kabupaten Boyolali. Hal ini semakin menunjukkan bahwa pelanggaran netralitas ini bukanlah kejadian sporadis, melainkan bagian dari praktik yang terstruktur dan sistematis.
Selain itu, peristiwa penggerebekan yang dilakukan oleh Bawaslu Jawa Tengah terhadap sejumlah Kepala Desa yang terlibat dalam kegiatan kampanye ini semakin memperlihatkan besarnya skala pelanggaran yang terjadi. Penggerebekan tersebut dilakukan sebagai respon terhadap laporan masyarakat dan pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat keterlibatan pejabat publik dalam mendukung pasangan calon tertentu.
Setelah mengonfirmasi dengan berbagai pihak terkait, seperti Solichin, Suparmin, serta peserta kampanye lainnya, yaitu Dzauraz Zidnan Rafiki dan Jalu Ahda Adiananta, fakta-fakta tersebut semakin menguatkan dugaan adanya pelanggaran yang jelas-jelas melanggar prinsip netralitas yang seharusnya dijaga oleh pejabat publik, khususnya Kepala Desa, dalam Pilkada.
Tidak hanya itu, melalui kuasa hukum Munawir, Tim Pengawal Demokrasi telah melaporkan kejadian ini ke Bawaslu Boyolali dengan nomor laporan 026/PL/PG/Kab/14.11/XI2024. Munawir menyatakan, “Boyolali sedang darurat demokrasi. Ini adalah bentuk pelanggaran serius yang mencederai integritas demokrasi. Fakta ini menunjukkan bahwa ada keberpihakan yang sangat jelas dari pejabat-pejabat daerah terhadap pasangan calon yang mereka dukung” Papar Munawir di Kantor Bawaslu (26/11/2024)
Ady Pangesti Sebagai pelapor utama Menyampaikan Kekesalannya,
“Merasa sangat kecewa dengan tindakan ini. Tidak hanya terjadi pasca penetapan calon, tetapi juga sebelumnya. Ini adalah pelanggaran terstruktur yang mencederai proses Pilkada yang seharusnya berjalan adil dan transparan. Keberpihakan yang terorganisir ini jelas merugikan salah satu pasangan calon dan menciptakan ketidakadilan dalam pesta demokrasi yang seharusnya bersih dan fair” Paparnya.
Peristiwa ini seharusnya menjadi perhatian lebih besar, tidak hanya untuk Boyolali, tetapi juga untuk seluruh Jawa Tengah. Maraknya laporan terkait dugaan netralitas Kepala Desa yang mengarah pada Paslon Lutfi-Taj Yasin menunjukkan indikasi kuat adanya pelanggaran yang terstruktur dan sistematis di wilayah ini. Hal ini semakin memperlihatkan bahwa pelanggaran TSM benar-benar terjadi, dan harus segera ditindak tegas oleh Bawaslu agar tidak merusak proses demokrasi kita.
Kami juga merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi terkait Judicial Review Pasal 188 UU No. 1 Tahun 2015, yang mengatur tentang netralitas Pejabat Daerah dan Anggota TNI/POLRI. Mahkamah Konstitusi mengabulkan Judicial Review dan menambahkan frasa “Pejabat Daerah” serta “Anggota TNI/POLRI” dalam pasal tersebut, yang tegas menyatakan bahwa pejabat daerah yang tidak netral dalam Pilkada dapat dikenakan hukuman pidana. Namun, meskipun diatur dalam Pasal 71 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2016, belum ada sanksi pidana yang jelas terkait pelanggaran netralitas ini. Oleh karena itu, kami berharap Bawaslu segera memberikan keputusan yang adil dan tegas untuk menjaga integritas Pilkada di Boyolali dan Jawa Tengah.