Pemuda; Teknologi dan Kebutuhan Adanya Verifikasi Informasi
Teknologi internet menjadi salah satu sumber informasi yang tidak pernah lepas dari kehidupan manusia saat ini; mulai dari Facebook, instagram, tiktok, dan fitur-fitur lainnya. Namun, tidak jarang pula muncul berbagai informasi sampah atau yang biasa dikenal dengan sebuatan hoax.
Dalam hal ini, media sosial tak jarang dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang kurang bertanggungjawab untuk menyebarkan informasi yang belum tentu benar, atau bahkan justru dimaksudkan untuk menyesatkan persepsi publik.
Di sisi lain, konten media digital yang berisi hoax, fitnah, desas desus, kabar bohong, ujaran kebencian, aib dan kejelekan seseorang, informasi pribadi yang dibocorkan ke publik, dan informasi-informasi tidak sehat lainnya, seringkali muncul di berbagai ruang komunikasi media sosial yang kadang justru dimanfaatkan sebagai sarana provokasi, yang berpotensi dapat menimbulkan gesekan di tengah masyarakat.
Gesekan-gesekan di tengah masyarakat tersebut menjadi lebih meresahkan akhir-akhir ini. Sehingga sikap saling serang dan saling sindir di media sosial kemudian menjadi aksi nyata seperti gerakan demonstrasi yang tidak jarang juga memicu tindak kriminalitas lalu didorong sampai memasuki ranah hukum.
Gerakan-gerakan tersebut tidak sedikit yang pada akhirnya mengarah pada sikap ekstrim antar golongan, dan tidak sedikit yang juga memicu tumbuhnya radikalisme di tengah masyarakat.
Munculnya fenomena-fenomena tersebut membuat nilai-nilai kebangsaan di Indonesia semakin luntur. Nilai-nilai ketuhanan, persatuan, keadilan, gotong royong perlahan menghilang dari dalam pribadi-pribadi manusia Indonesia, terutama pada anak-anak muda –yang mana merupakan pengguna media sosial paling aktif.
Paparan media sosial pada generasi muda bangsa Indonesia cukup signifikan, hal ini sekaligus merupakan penguat dasar atas pertanyaan mengapa hoax beredar luas di dunia maya, terutama melalui media sosial.
Padahal, anak-anak muda yang sangat familiar dengan media sosial sejak usia belia sejatinya belum, atau tidak benar-benar, memiliki nalar yang cukup untuk melakukan analisis dan verifikasi informasi yang dapat digunakan sebagai filter. Posisi anak-anak muda tersebut menjadi sasaran empuk hoax yang disebarkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab untuk memancing persepsi dan opini yang keliru masyarakat, dan lebih jauh, dapat memicu timbulnya chaos.
Berdasarkan hasil riset sebelumnya yang dilakukan oleh Gumilar, dkk dan Meladia dkk pada tahun 2017 mengenai pengaruh hashtag dalam memverifikasi informasi yang diterima oleh digital native, diketahui bahwa generasi muda lemah dalam melakukan verifikasi informasi yang mereka terima.
Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa pengguna media sosial yang sebagian besar adalah anak-anak muda, belum memahami fitur-fitur verifikasi informasi seperti penggunaan hashtag.
Penggunaan hashtag hanya dipahami sebatas tajuk peristiwa, fungsi hashtag sebagai verifikator informasi sama sekali belum dikenal oleh pengguna media sosial.
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, dapat diidentifikasi bahwa perkembangan teknologi saat ini sangat berkembang seiring zaman, namun hal tersebut perlu adanya gerakan melek teknologi, sehingga sebagai manusia yang memiliki karunia otak dari Tuhan dapat memproyeksikan teknologi sebagai sarana atau wadah gerakan pemersatu agar budaya membaca tetap meningkat, di tengah demokrasi teknologi saat ini.
Bagaimana menumbuhkan itu semua yaitu dengan adanya komunikasi kesadaran bagi para mahasiswa, guru,dosen, atau masyarakat umum untuk bijaksana menggunakan teknologi dan gerakan nyata yang di butuhkan masyarakat terkait wacana seiring dampak positif maupun negatif pada eksplorasi manusia ditengah teknologi.