Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Refleksi Hari Raya Idul Adha Dalam Fenomena Ketidakadilan Gender

Refleksi Hari Raya Idul Adha Dalam Fenomena Ketidakadilan Gender



Oleh : Sholahiddin Tamimi

Dalam rangka hari raya Idul Adha 1443 H ini marilah bersama-sama merefleksikan kembali arti dari kata Qurban, Qurban berarti mendekat, ingin naik pangkat dan mendekat kepada Allah SWT. Sedangkan udhiyyah artinya pengorbanan. “Dalam diri manusia harus mempunyai ruh attudhiyyah (ruh pengorbanan). Artinya, seluruh ibadah pada hakikatnya adalah cara seorang hamba ingin dekat kepada Allah SWT.

Dari pengertian diatas bahwa kita sebagai manusia memilkki tanggung jawab terhadap apa yang terjadi didunia ini, yaitu apa yang kita lakukan didunia ini harus berlandaskan ketahuidan atau menesakan Allah SWT. Kita sebagai hambanya sama sekali tidak boleh menyekutukanNYA, dalam arti menyukutukan tidal hanya menyembah selainNYA, adapun juga merasa paling tinggi, merasa paling dominan sesama manusia, yakni adanya sistem Patriarki, dimana sistem ini bersifat mendominasi terhadap sesamanya.

Bukan merujuk kepada laki-laki akan tetapi setiap golongan yang ingin mendominasi golongan lain, disebut Sistem patriarki, baik diranah pendidikan, ekonomi, politik, kebudayaan bahkan keagamaan. Tentu kita semua sadar bahwa manusia adalah makhluk sosial yang dimana saling membantu, saling membutuhkan satu dengan yang lainnya.
Sistem patriarki sama halnya ingin menyekutukan Tuhan, dimana merasa palinh superior, sedang sifat tersebut hanya Tuhanlah yang memilikinya.

Dalam refleksi ini, melihat bahwa makin banyaknya fenomena ketidakadilan gender, bahkan sampai pada pelecehan seksual. Dimanapun fenomena itu terjadi dari lingkup kecil yakni keluarga, sampai lingkup yang luas.

Alangkah mirisnya pelecehan seksual sering terjadi didalam ranah pendidikan, melihat fenomena tersebut alangkah baiknya kita melihat fenomena tersebut dengan berbagai pisau analisis yang kaya, seperti pisau analisis Marxisme yang memandang fenomena dengan kaca mata struktur ekonomi, Fouchalt dengan melihat pengetahuan dan kebudayaan menjadi suatu kekuatan untuk mempertahankan kekuasaan, Gramsci dengan hegemoninya, dan Derida dengan analisis teksnya.
Dengan memperkaya analisis dan memiliki rasa Qurban terhadap sesama menjadi salah satu solusi sementara untuk membaca suatu permasalah untuk mengetahui dimana akar pemasalahannya, dan bisa menciptakan praktik yang baik untuk permasalahan kekerasan seksual dan ketidakadilan gender.