SASTRA NASIONAL OPINI SOSIAL DAN BUDAYA

Refleksi Hari Santri: Meneguhkan Martabat Pesantren, Menolak Narasi yang Menyesatkan
Hari Santri yang kita peringati setiap tahunnya bukanlah sekadar seremoni. Ia adalah momentum berharga untuk meneguhkan kembali jati diri santri dan pesantren di seluruh Indonesia sebagai pilar peradaban bangsa, pilar yang telah banyak menorehkan sejarah, perjuangan, dan pengorbanan besar demi kemerdekaan serta kemajuan negeri ini.
Namun di tengah semarak peringatan Hari Santri, kami seluruh masyarakat yang berjiwakan pesantren merasakan kekecewaan yang mendalam atas tayangan salah satu program televisi nasional yang disiarkan oleh Trans7 beberapa hari lalu. Tayangan tersebut menampilkan narasi dan visualisasi yang tidak beradab, penuh penghinaan, dan mencederai marwah pesantren serta para kiai yang menjadi penjaga moral bangsa.
Penggambaran khidmah santri kepada kiai yang ditayangkan secara keliru dan diseret ke dalam konteks materialisme merupakan bentuk kesalahpahaman yang sangat menyakitkan. Padahal, “khidmah” yang bermakna pengabdian bukanlah bentuk eksploitasi, melainkan manifestasi dari penghormatan tulus santri kepada guru yang telah membimbing dan mendoakan mereka dengan penuh kasih sayang.
Para kiai bukan sekadar pendidik, tetapi juga teladan spiritual yang menanamkan nilai keikhlasan, tanggung jawab, dan kemandirian. Santri berkhidmah bukan karena paksaan, bukan karena imbalan, tetapi karena cinta terhadap ilmu dan guru, cinta yang mengantarkan mereka menuju keberkahan dan keselamatan dunia akhirat. Inilah tradisi luhur yang diwariskan turun-temurun oleh para ulama sejak berabad-abad lalu.
Dengan jangkauan media yang luas, tayangan semacam itu berpotensi menggiring opini publik secara keliru, menumbuhkan prasangka, dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap pesantren. Kami tidak menolak kritik, namun kritik sejati lahir dari pengetahuan, keadilan, dan rasa hormat bukan dari candaan yang melecehkan dan narasi yang menyesatkan.
Kami berharap peristiwa ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh insan media. Hendaknya setiap pemberitaan yang menyangkut lembaga keagamaan disampaikan dengan kehati-hatian, tanggung jawab moral, serta penghargaan terhadap nilai-nilai luhur bangsa.
Hari Santri adalah saat untuk menegaskan kembali bahwa pesantren bukan tempat eksploitasi, melainkan pusat pembentukan akhlak, ilmu, dan peradaban. Santri bukan objek candaan, melainkan penjaga moral dan penerus perjuangan bangsa.
Kami, segenap masyarakat pesantren di seluruh Indonesia, menolak dengan tegas segala bentuk narasi yang melecehkan nilai, menghina martabat, dan merusak citra pesantren. Karena kami percaya, dari bilik-bilik pesantrenlah cahaya peradaban akan terus menyala menerangi negeri, menuntun bangsa, dan menjaga kemurnian ilmu serta akhlak hingga akhir zaman.
Penulis : Arika Destiyadi mahasiswa STIKES KHAS Kempek