Pro-Kontra PERMENDIKBUD PPKS: Asumsi Pelegalan Seks Bebas
Rinda Rachmawati, S.Pd (Founder @puancilacap.id)
Bicara tentang konsep yang menuai pro kontra, hal ini menjadi sesuatu yang penting untuk dicantumkan dalam menelaah kasus kekerasan seksual di kampus terutama dalam relasi kuasa.
Kasus-kasus yang terjadi selama ini sangat berkaitan erat dengan relasi kuasa antara mahasiswa dan dosen. Kondisi seperti ini membuat keadaan korban akan lebih rentan. Misal, dilaporkan balik oleh si pelaku jadi kasus pencemaran nama baik, ancaman nilai akademik, dan bahasa senioritas.
Menuai pro kontra, penolakan Permendikbud PPKS dengan asumsi pelegalan seks bebas atau melegalkan perzinaan bukanlah sebuah solusi dalam menyelesaikan Kekerasan Seksual di Kampus.
“Tapi peraturan tersebut kan berarti melegalkan perzinaan di lingkungan perguruan tinggi. Di dalam aturan tersebut mengandung frasa persetujuan hubungan seksual”.
Mendukung seks bebas dalam arti hubungan seksual dengan konsensual, mendukung perilaku seks yang bertanggungjawab. Hubungan seks yang tidak konsensual berarti pemerkosaan, berarti ada korban dan pelaku. Pelaku disini harus ditindak secara tegas.
Resiko dalam berhubungan seks itu kehamilan yang direncanakan atau kehamilan yang tidak direncanakan atau bisa jadi penyakit menular seksual. Maka pada saat berhubungan seks lalu perempuan mengalami kehamilan yaa bertanggungjawab. Termasuk jika hubungan seks tersebut beresiko menularkan penyakit.
Makna dari persetujuan hubungan seksual tersebut tidak bisa diartikan secara harfiah. Persetujuan hubungan seksual ini bukan berarti hanya sekedar melakukan seks bebas lalu selesai. Ini merupakan bentuk tanggungjawab terhadap tubuh sendiri (otoritas tubuh). Dengan memahami “tanggungjawab” maka setiap individu tidak akan gegabah memberikan persetujuan.
Hal-hal yang tidak diatur dalam Permendikbud terkait dengan hubungan seksual di luar nikah hingga norma agama lainnya tentang seksualitas bukan berarti dilegalkan.
Jelas, saya mendukung Permendikbud Pedoman Pencegahan Kekerasan Seksual (PPKS). Sudah seharusnya kampus sebagai institusi pendidikan menjadi ruang aman bagi siapapun.
Cukup sudah membawa bawa politik identitas, jika masih ragu karena sanksi pidananya cuma dari regulasi Peraturan Mentri, maka segera sahkan RUU PKS, bukan versi RUU PKS yang sudah diobrak-abrik.