Tiga Kepala Desa Boyolali : Dalam Ancaman Sanksi Pidana Tidak Netral dalam Pilkada 2024
Tiga kepala desa di Boyolali, Jawa Tengah, diduga terlibat dalam kampanye salah satu pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Boyolali pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Dugaan ini mencuat setelah Tim Pengawal Demokrasi mengungkap informasi mengenai keterlibatan mereka dalam kegiatan kampanye yang diduga melanggar prinsip netralitas yang harus dijaga oleh setiap pejabat negara, termasuk kepala desa, dan melaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dengan nomor pelaporan Nomor : 024/PL/PB/Kab/14.11/XI/2024.
Informasi pertama kali muncul pada Sabtu, 23 November 2024, melalui berita di Starindonews.com yang mengungkapkan bahwa tiga kepala desa di Boyolali – Maskuriyadi (Kepala Desa Pentur), Eko Prasetyo (Kepala Desa Wates), dan Yody Dwi Kuswantoro, S.T. (Kepala Desa Gunung) – terlibat dalam kampanye pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati, Agus Irawan dan Dwi Fajar Nirwana.
Tim Pengawal Demokrasi yang dipimpin oleh John Amahoru dan Ady Pangesti melakukan investigasi lebih lanjut. Selain mendapatkan konfirmasi dari sumber terkait, mereka juga menemukan bukti video TikTok yang menunjukkan ketiga kepala desa tersebut ikut serta dalam kampanye. Keterangan serupa juga disampaikan oleh dua individu, Dzauraz Zidnan Rafiki dan Jalu Ahda Adiananta, yang hadir dalam kampanye di Stadion Sonolayu pada Minggu, 24 November 2024.
Sebagai tanggapan, Tim Pengawal Demokrasi menyatakan keprihatinannya atas pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh para kepala desa tersebut.
“Kami mengingatkan bahwa netralitas dalam Pemilu adalah prinsip dasar yang tidak bisa diganggu gugat. Sebagai kepala desa, mereka harus menjadi teladan dalam menjaga keadilan dan keharmonisan di masyarakat, bukan terlibat dalam politik praktis yang dapat merusak kedamaian di tingkat desa,” ujar John Amahoru di Kantor Bawaslu pada 25 November 2024.
John Amahoru juga menyampaikan,
“Kami memahami bahwa kepala desa memiliki kedekatan dengan masyarakat, namun itu tidak boleh mengaburkan tanggung jawab mereka untuk tetap netral dalam konteks politik. Keterlibatan mereka dalam kampanye politik bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap integritas dan netralitas lembaga desa.” Paparnya.
Tim Pengawal Demokrasi juga mengingatkan bahwa, berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kepala desa diharapkan untuk tidak terlibat dalam aktivitas politik praktis. Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, yang mengatur tentang larangan bagi pejabat negara dan aparat desa untuk terlibat dalam politik praktis selama proses Pilkada. Hal ini bertujuan untuk menjaga kepercayaan publik dan mendukung proses demokrasi yang adil dan berkeadilan.
Lebih lanjut, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 136/PUU-XXII/2024, MK menegaskan bahwa netralitas pejabat negara, termasuk kepala desa, sangat penting untuk memastikan proses Pilkada yang adil. Putusan tersebut menyatakan bahwa setiap pejabat negara yang terlibat dalam kampanye akan dianggap melanggar prinsip dasar demokrasi, yang dapat menurunkan kredibilitas pemilu serta merusak kepercayaan publik terhadap sistem pemerintahan, dan dapat di Penjara.
Tim Pengawal Demokrasi meminta kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu),
“Kami meminta Bawaslu segera melakukan penyelidikan yang adil dan transparan terkait dugaan pelanggaran ini, serta memberikan edukasi kepada kepala desa di seluruh Indonesia mengenai pentingnya menjaga netralitas dalam Pemilu,” Imbuhnya.
Lebih lanjut, Tim Pengawal Demokrasi juga menyoroti bahwa sudah banyak pelanggaran terkait netralitas yang melibatkan kepala desa, Aparatur Sipil Negara (ASN), serta oknum polisi di Kabupaten Boyolali.
“Nyaris semua laporan yang masuk ke Kantor Bawaslu Boyolali terkait pelanggaran netralitas, baik sebelum maupun setelah penetapan calon. namun tampaknya mereka belum jera dan tetap berani menabrak hukum. Mungkin karena mereka hanya mendapatkan sanksi disiplin yang ringan, sehingga mereka tampak sangat berani dan meremehkan hukum,” Pungkas John Amahoru.
Dengan demikian, Tim Pengawal Demokrasi mendesak agar Bawaslu dapat memberikan sanksi yang tegas dan konsisten terhadap pelanggaran-pelanggaran netralitas yang terjadi, agar masyarakat semakin percaya pada proses demokrasi yang berlangsung di Indonesia.